2. 2.
Dari ‘Aisyah, Ummul Mu’minin r.a.3) Katanya Harits bin Hisyam r.a.
pernah bertanya kepada Rasulullah saw.: “bagaimanakah caranya wahyu
turun kepada Anda?”
Jawab
Rasulullah saw. “Kadang-kadang wahyu itu datang kepadaku (kedengaran)
seperti loceng. Itulah yang sangat berat bagiku. Setelah bunyi itu
berhenti, lantas aku mengerti apa yang dikatakannya.”
“Kadang-kadang malaikat menjelma seperti seorang laki-laki datang
kepadaku. Dia berbicara kepadaku dan aku mengerti apa yang
dikatakannya.”
Kata
‘Aisyah r.a. “ Aku pernah melihat Nabi, ketika wahyu turun kepada
beliau pada suatu hari yang amat dingin. Setelah wahyu itu berhenti
turun, kelihatan dahi Nabi bersimbah peluh.4)
Keterangan.
1) r.a ialah singkatan dari: Radhiyallaahu ‘Anhu (semoga Allah meridhainya).
2) Saw. Ialah singkatan dari: Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam (semoga Allah melimpahkan berkat dan kesejahteraan kepada beliau)
3) Ummul Mu’minin, artinya: Ibu orang-orang yang beriman.
4) Dihari yang amat dingin itu Nabi saw. Sampai berkeringat, kerana sangat berat dirasakan oleh beliau saat-saat turunnya wahyu.
3. 3. Dari
Aisyah, Ummul Mu’minin r.a. katanya: “ Wahyu yang mula-mula turun
kepada Rasulullah saw. Ialah berupa mimpi-baik waktu beliau tidur.
Biasanya mimpi itu terlihat jelas oleh beliau, seperti jelasnya cuaca
pagi. Semenjak itu hati beliau tertarik hendak mengasingkan diri ke Gua
Hira.1) Di situ beliau beribadat beberapa malam, tidak pulang ke rumah
isterinya. Untuk itu beliau membawa bekalan secukupnya. Setelah
perbekalan habis, beliau kembali kepada Khadijah, 2) untuk mengambil
lagi perbekalan secukupnya. Kemudian beliau kembali pula ke Gua Hira,
hingga suatu ketika datang kepadanya Al-Haq (kebenaran atau wahyu),
yaitu sewaktu beliau masih berada di Gua Hira itu.”
Malaikat datang kepadanya, lalu katanya, “Bacalah!”
Jawab Nabi, “ Aku tidak pandai membaca.”
Kata
Nabi selanjutnya menceritakan, “Aku ditarik dan dipeluknya sehingga aku
kepayahan. Kemudian aku dilepaskannya dan disuruhnya pula membaca.
“Bacalah !” katanya.
Jawabku, “ Aku tidak pandai membaca.”
Aku ditarik dan dipeluknya pula sampai kepayahan. Kemudian aku dilepaskannya dan disuruhnya pula membaca. “Bacalah.!” Katanya.
Kujawab, “Aku tidak pandai membaca.”
Aku ditarik dan dipeluknya untuk ketiga kalinya, kemudian dilepaskannya seraya berkata:
“Iqra’ bismi rabbikalladzi khalaq. Khalaqal insaana min’allaq. Iqra’ ! Wa rabbukal akram. 3)
(bacalah
dengan nama Tuhanmu yang menjadikan. Yang menjadikan manusia dari
segumpal darah. Bacalah! Demi Tuhanmu Yang Maha Mulia.)
Setelah itu Nabi pulang ke rumah Khadijah binti Khuwailid, lalu berkata, “Selimuti aku! Selimuti aku!”
Lantas diselimuti oleh Khadijah, hingga hilang rasa takutnya.
Kata Nabi saw. Kepada Khadijah (setelah dikhabarkannya semua kejadian yang baru dialaminya itu), “Sesungguhnya aku cemas atas diriku (akan binasa).”
Kata Khadijah, “Jangan
takut! Demi Allah! Tuhan sekali-kali tidak akan membinasakan Anda. Anda
selalu menghubungkan tali persaudaraan, membantu orang yang sengsara,
mengusahakan (mengadakan) barang keperluan yang belum ada, memuliakan
tamu, menolong orang yang kesusahan kerana menegakkan kebenaran.”
Setelah
itu Khadijah pergi bersama Nabi menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin
Abdul Uzza, yaitu anak paman Khadijah, yang telah memeluk agama Nasrani
(Krintian) pada masa jahiliyah itu. Ia pandai menulis buku dalam bahasa
Ibrani. 4) Maka disalinnya Kitab Injil dari bahasa Ibrani seberapa
dikehendaki Allah dapat disalinnya. 5) Usianya telah lanjut, dan matanya
telah buta.
Kata Khadijah kepada Waraqah, “ Hai anak pamanku! Dengarkanlah khabar dari Anak Saudara Anda Muhammad) ini.”
Kata Waraqah kepada Nabi. “Wahai Anak Saudaraku ! Apakah yang telah terjadi atas diri Anda?”
Lalu Rasulullah saw, menceritakan kepadanya semua peritiwa yang telah dialaminya.
Berkata Warakah, “Inilah
namus (Malaikat) yang pernah diutus Allah kepada Nabi Musa. Wahai,
semoga saya masih hidup ketika itu, yaitu ketika Anda diusir oleh kaum
Anda.”
Maka bertanya Nabi saw. “Apakah mereka akan mengusirku?”
Jawab
Waraqah, “ Ya, betul! Belum pernah seorang juapun yang diberi wahyu
seperti Anda, yang tidak dimusuhi orang. Apabila saya masih mendapati
hari itu, nescaya saya akan menolong Anda sekuat-kuatnya.”
Tidak berapa lama kemudian, Waraqah meninggal dunia dan wahyu pun terputus untuk sementara waktu.
Kata
Ibnu Syihab, Abu Salamah bin Abdurrahman mengabarkan kepadanya, bahawa
Jabir bin Abdullah al Anshari menceritakan tentang terputusnya wahyu,
katanya Nabi saw berkata dalam hadisnya: “Pada suatu waktu,
ketika aku sedang berjalan-jalan, tiba-tiba kedengaran olehku suatu
suara dari langit. Maka kuangkat pandanganku kearah datangnya suara itu.
Kelihatan kepadaku malaikat yang pernah datang kepadaku di Gua Hira
dahulu. Dia duduk di kursi antara langit dan bumi. Aku terperanjat
kerananya dan terus pulang. Aku berkata kepada Khadijah, “selimutkan
Aku!” Lalu Allah swt. Menurunkan ayat:
“Hai,
orang yang berselimut! Bangunlah! Maka berilah peringatan! Dan
besarkanlah Tuhanmu! Dan bersihkanlah pakaianmu! Dan jauhilah berhala!” (Al Muddatstsir, 74:1-5)
Maka semenjak itu wahyu selalu turun berturut-turut.
Keterangan:
1) Gua hira, sebuah gua dekat jalan ke Arafah nkira-kira 4 km dari Mekkah
2) Khadijah binti Khuwailid, isteri Nabi yang pertama. Meninggal dunia 2 tahun sebelum Hijrah dalam usia 63 tahun.
3) Surat Al’Alaq, 6:1-3
4) Ibrani (Hebrw) ,bahasa orang Yahudi.
5) Maksudnya, tidak diketahui dengan pasti berapa banyak yang telah disalinnya.
4. 4.
Dari Ibnu Abbas r.a. katanya: “ Rasulullah saw. Adalah seorang yang
amat permurah, dan lebih permurah lagi selama bulan Ramadhan, yaitu
ketika Jibril datang menemuinya. Biasanya Jibril datang kepada Nabi
saw. Tiap-tiap malam Ramadhan dan beliau-beliau keduanya membaca Qur’an
berganti-ganti. Sesungguhny Rasulullah saw. Lebih pemurah berbuat
kebaikan daripada murahnya angin berhembusan.”
5. 5. Ibnu
Abbas r.a. mengatakan bahawa Abu Sufyan bin Harb bercerita kepadanya,
bahawa Heraclius 1) berkirim surat kepada Abu Sufyan menyuruh ia datang
ke Syam bersama kafilah saudagar Quraisy.2) Waktu itu Rasulullah sedang
dalam perjanjian damai dengan Abu Sufyan dan dengan orang-orang kafir
Quraisy.3)
Mereka
datang mengadap Heraclius di Ilia.4) terus masuk kedalam majlisnya,
dihadapi oleh pembesar-pembesar Rumawi. Kemudian Heraclius memanggil
orang-orang Quraisy itu beserta Jurubahasanya.
Heraclius
berkata, “Siapa diantara anda yang paling dekat hubungan
kekeluargaannya dengan laki-laki yang mengaku dirinya sebagai nabi itu?”
Jawab abu Sufyan. “Saya! Saya keluarganya yang terdekat dengannya.”
Berkata
Heraclius (kepada jurubahasanya), “Suruh dekat-dekatlah dia kepadaku.
Dan suruh pula para sahabatnya duduk di belakangnya.”
Kemudian
berkata Heraclius kepada Jurubahasanya. “Katakan kepada mereka saya
akan bertanya kepada orang ini (Abu sufyan). Jika dia berdusta, suruhlah
mereka mengatakan bahawa dia berdusta.”
Kata
Abu Sufyan, “Demi Allah! Jika tidaklah aku takut akan mendapat malu,
kerana aku dikatakan dusta, niscaya maulah aku berdusta”
Pertanyaannya yang pertama. “Bagaimanakah turunannya dikalanganmu?”
Aku menjawab. “Dia turunan bangsawan di kalangan kami.”
Heraclius. “Pernahkah orang lain mengumandangkan apa yang telah dikumandangkannya.?”
Jawabku. “Tidak pernah”
Heraclius. “Adakah diantara nenek moyangnya yang menjadi raja?”
Jawabku. “Tidak”
Heraclius. “Apakah pengikutnya terdiri dari orang-orang mulia atau orang-orang biasa?”
Jawabku. “Hanya terdiri dari orang-orang biasa.”
Heraclius. “Apakah pengikutnya semakin bertambah atau semakin berkurang?”
Jawabku. “Bahkan selalu bertambah”
Heraclius. “Adakah diantara mereka yang murtad, 5) kerana mereka benci kepada agama yang dipeluknya itu?”
Jawabku. “Tidak”
Heraclius. “Pernahkah dia melangar janji?”
Jawabku.
“Tidak! Dan sekarang, kami sedang dalam perjanjian damai dengan dia.
Kami tidak tahu apa yang akan diperbuatnya dengan perjanjian itu.”
Keterangan:
1) Heraclius , Raja Rumawi Timur yang memerintah tahun 610-630 M.
2) Quraisy, nama suku bangsawan tinggi di Mekkah.
3) Perjanjian damai, yaitu perjanjian Hudaibiyah yang dibuat tahun 6 H.
4) Ilia, yakni Baitul Maqdis (Jerusalem)
5) Murtad, artinya kembali menjadi kafir sesudah beriman.
Kata Abu sufyan menambahkan, “Tidak dapat aku menambah kalimat lain agak sedikitpun selain kalimat itu.” 1)Heraclius. “Pernahkah kamu berperang dengannya?”
Jawabku. “Pernah”
Heraclius. “Bagaimana perperanganmu itu?”
Jawabku. “Kami kalah dan menang silih berganti. Dikalahkannya kami dan kami kalahkan pula dia.”
Heraclius. “Apakah yang diperintahkannya kepada kamu sekelian?”
Jawabku.
“Dia menyuruh kami menyembah Allah semata-mata, dan jangan
mempersekutukan-Nya. Tinggalkan apa yang diajarkan oleh nenek moyangmu!
Disuruhnya kami menegakkan solat, berlaku jujur, sopan (teguh hati) dan
mempereratkan persaudaraan.”
Kata
Heraclius kepada Jurubahasanya, “Katakan kepadanya (Abu Sufyan), saya
tanyakan kepadamu tentang turunannya (Muhammad) ,kamu jawab dia
bangsawan tinggi. Bergitulah rasul-rasul terdahulu, diutus dari kalangan
bangsawan tinggi kaumnya.”
Saya tanyakan.
“Apakah salah seorang di antara kamu yang pernah mengumandangkan ucapan
sebagai yang diucapkannya sekarang.”Jawabmu. “Tidak”
Kalau ada seseorang yang pernah mengumandangkan ucapan yang diucapkannya sekarang, nescaya aku katakan, “Dia meniru-niru ucapan yang diucapkan orang dahulu itu.”
Saya tanyakan. “Adakah di antara nenek moyangnya yang jadi raja.”
Jawabmu. “Tidak ada”
Kalau ada diantara nenek moyangnya yang menjadi raja, nescaya kukatakan. “Dia hendak menuntut kembali kerajaan nenek moyangnya.”
Saya tanyakan. “Apakah kamu menaruh curiga kepadanya bahawa ia dusta, sebelum ia mengucapkan apa yang diucapkannya sekarang.?”
Jawabmu. “Tidak!”
Saya yakin dia tidak akan berdusta terhadap manusia apalagi terhadap Allah.
Saya tanyakan. “Apakah pengikutnya terdiri dari orang-orang mulia ataukah dari orang-orang biasa.”
Jawabmu. “Orang-orang biasa”
Memang mereka jualah yang menjadi pengikut Rasul-rasul.
Saya tanyakan. “Apakah pengikutnya makin bertambah banyak atau semakin kurang?”
Jawabmu. “Mereka bertambah banyak.”
Bigitulah halnya sehingga sempurna.
Saya tanyakan. “Adakah di antara mereka yang murtad kerana benci kepada agama yang dipeluknya,setelah mereka masuk kedalamnya.?”
Jawabmu. “Tidak”
Bergitulah iman, apabila ia telah mendarah-daging sampai ke jantung hati.
Saya tanyakan. “Apakah ia melanggar janji?”
Kamu jawab. “Tidak!”
Bergitu jugalah segala Rasul-rasul yang terdahulu, mereka tidak suka melanggar janji.”
Saya tanyakan. “Apakah yang disuruhkannya kepada kamu sekelian?”
Kamu jawab. “Ia menyuruh menyembah Allah semata-mata, dan melarang mempersekutukan-Nya. Dilarangnya pula menyembah berhala, disuruhnya menegakkan solat, berlaku jujur dan sopan (teguh hati).”
“Jika
yang kamu terangkan itu betul semuanya, nescaya dia akan memerintah
sampai ke tempat aku berpijak di kedua telapak kakiku ini. Sesungguhnya
aku telah tahu ia akan lahir. Tetapi aku tidak mengira dia akan lahir
dari kalangan kamu sekalian. Sekiranya aku yakin akan dapat bertemu
dengannya, walaupun dengan susah payah aku akan berusaha datang
menemuinya. Kalau aku telah berada di dekatnya. Akan kucuci kedua
telapak kakinya.”
Kemudia
Heraclius meminta surat Rasulullah saw. yang dihantarkan oleh Dihyah
kepada pembesar negeri Bushra, yang kemudian diteruskannya kepada
Heraclius. Lalu dibacanya surat itu, yang isinya sebagai berikut:
“Dengan
nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad, Hamba
Allah dan Rasul-Nya. Kepada Heraclius, Kaisar Rumawi. Kesejahteraan
kiranya untuk orang yang mengikut pertunjuk. Kemudian, sesungguhnya saya
mengajak anda memenuhi panggilan Islam. Islamlah! Pasti Anda Selamat.
Dan Allah memberi pahala kepada Anda dua kali lipat. Tetapi jika Anda
enggan, nescaya Anda akan memikul dosa seluruh rakyat.
Hai,
Ahli Kitab! Marilah kita bersatu dalam satu kalimah (prinsip) yang sama
antara kita, yaitu supaya kita tidak menyembah kecuali hanya kepada
Allah, dan jangan mempersekutukan-Nya dengan suatu apa pun. Dan
janganlah sebahagian kita menjadikan sebahagian yang lain menjadi tuhan
selain daripada Allah. Apabila Anda enggan menuruti ajakan ini, akuilah
bahawa kami ini Muslim!”
Kata Abu
sufyan. “Selesai mengucapkan perkataannya dan membaca surat itu, ruangan
menjadi heboh dan hiruk-pikuk; kami pun disuruh orang keluar. Sampai di
luar, aku berkata kepada kawan-kawan. “sesungguhnya menjadi masalah
besar urusah Anak abu Kabsyah. 2) Sehingga raja bagsa kulit kuning itu
pun takut kepadanya. Aku yakin , Muhammad pasti menang. Sehingga oleh
kerananya Allah memasukkan Islam ke dalam hatiku.”
Keterangan:
1) Jawapan
Abu sufyan tidak dicukupkannya saja dengan kata “tidak”, tetapi
ditambahkannya bahawa ia tidak tahu apakah Nabi Muhammad masih setia
kepada janjinya atau tidak. Seakan-akan terbayang baginya kalau-kalau
Nabi Muhammad melanggar janji setelah meninggalkan Mekkah.
2) Anak
Abu Kabsyah, yakni nama ejekan yang dipanggilkan orang kafir Mekkah
kepada Nabi Muhammad. Kerana waktu kecil nabi dipelihara oleh Halimah,
yang suaminya bernama Abu Kabsyah.
Ibnu
Nathur, pembesar negeri Ilia, sahabat Heraclius dan Uskup. 1) Nasrani
di Syam, dia menceritakan, “Ketika Heraclius datang ke Ilia, ternyata
pikirannya sedang kacau. Oleh sebab itu banyak diantara pendita yang
berkata: “kami sangat heran melihat sikap anda.”
Selanjutnya
kata Ibnu Nathur, “Heraclius adalah seorang ahli nujum yang selalu
memperhatikan perjalanan bintang-bintang. Dia pernah menjawab pertanyaan
para pendita yang bertanya kepadanya: Pada suatu malam ketika saya
melihat Raja Khithan telah lahir. 2) Siapakah di antara umat ini yang
telah dikhitan?”
Jawab para
pendita itu. “Yang berkhitan hanyalah orang Yahudi. Janganlah Anda risau
kerana orang Yahudi itu. Perintahkan saja ke seluruh negeri dalam
kerajaan Anda, supaya orang-orang Yahudi di negeri itu dibunuh.”
Ketika
itu dihadapkan kepada heraclius seorang utusan Raja Bani Ghassan untuk
menceritakan perihal Rasulullah saw. setelah orang itu selesai
bercerita, lalu Heraclius memerintahkan agar dia periksa, apakah dia
berkhitan atau tidak. Setelah diperiksa, ternyata memang dia berkhitan.
Lalu diberitahukan orang kepada Heraclius.
Heralius bertanya kepada orang itu tentang orang-orang Arab lainnya. “Dikhitankah mereka atau tidak?”
Jawabnya, “Orang-orang Arab itu dikhitan semuanya.”
Heraclius berkata. “Inilah raja umat. Sesungguhnya dia telah lahir.”
Kemudian
Heraclius berkirim surat kepada sahabatnya di Roma. 3) yang ilmunya
setaraf dengan Heraclius (menceritakan tentang kelahiran Nabi Muhammad
saw. ) Dan sementara itu ia meneruskan perjalanannya ke negeri Hims. 4)
Tetapi sebelum dia sampai di Hims, balasan surat dari sahabatnya itu
telah tiba lebih dahulu. Sahabanya itu menyetujui pendapat Heraclius
bahawa Muhammad telah lahir dan beliau memang seorang Nabi.
Heraclius
mengundang para pembesar Roma supaya datang ke tempatnya di Hims.
Setelah semuanya hadir dalam majlisnya, Heraclius memerintahkan supaya
mengunci setiap pintu. Kemudian dia berkata, “Wahai bangsa Rum! Maukah
Anda semua beroleh kemenangan dan kemajuan yang gilang gemilang,
sedangkan kerajaan tetap utuh di tangan kita? Kalau mau, akuilah
Muhammad itu sebagai Nabi!”
Mendengar
ucapan itu mereka lari bagaikan keledai liar, padahal semua pintu telah
dikunci. Melihat keadaan sedemikian, Heraclius jadi putus harapan yang
mereka akan iman (percaya kepada Nabi Muhammad saw) Lalu
diperintahkannya supaya mereka kembali ke tempat masing-masing seraya
berkata, “Sesungguhnya sayan mengucapkan perkataan saya tadi, hanyalah
sekadar menguji keteguhan hati Anda semua. Kini saya telah melihat
keteguhan itu.” Lalu mereka sujud di hadapan Heraclius dan mereka senang
kepadanya. Demikianlah akhir kisah Heraclius.
Keterangan:
1) Uskup, kepala Pendita.
2) Khithan, khitan, sunat, memotong ujung kulit (kulup) pada ujung kemaluan laki-laki.
3) Roma,
sebuah kota tertua di Italy, yang sekarang menjadi ibukota Negeri itu.
Dahulunya adalah ibukota kerajaan Rum Barat. Menurut riwayat, konon kota
itu didirikan oleh Romulus pada tahun 753 sebelum Masehi.
4) Sebuah kota si Syam.
No comments:
Post a Comment